Practice Makes Perfect.
BERLATIH membuat SEMPURNA – kira-kira demikian artian harfiah dari kalimat sebelumnya yang saya tuliskan di atas. Mengapa demikian? Karena dengan BERLATIH terus-menerus, segala hal yang dilatih tersebut akan menjadi SEMPURNA. Karena dengan BERLATIH, kita akan lebih mengenal secara rinci apa yang kita latih tersebut. Lebih mengetahui apa yang kurang, dan apa yang lebih. Lebih tahu bagaimana cara mengatasinya.
Menulis sama halnya. Dengan BERLATIH menulis, kita tentunya akan menulis secara SEMPURNA. Karena dengan terus BERLATIH menulis, maka kita akan terbiasa membuat sebuah tulisan. Karena dengan BERLATIH, tulisan kita akan terasah dan juga menjadi lebih baik, karena kita tentunya bisa menganalisa dan melihat perbedaan yang terjadi dari setiap tulisan kita.
BERLATIH, pada intinya adalah melakukan hal yang sama secara berulang-ulang, dalam jangka waktu tertentu dan periodik. Jadi, BERLATIH itu harus dilakukan secara kontinyu, karena jika tidak maka percuma saja BERLATIH tersebut. Hal yang sama di sini, juga berarti kita harus FOKUS untuk terus BERLATIH. Jangan sampai, pikiran kita mudah dialihkan oleh hal-hal lain yang membuat kita lalai BERLATIH.
Orang-orang yang terus BERLATIH, tentunya akan menjadi orang yang SUKSES. Orang yang memiliki KESEMPURNAAN. Contohlah Thomas Alfa Edison, yang BERLATIH terus membuat bola lampu hingga 6000 kali, sebelumnya akhirnya BERHASIL membuat bola lampu yang SEMPURNA. Contoh pula Ir. Soekarno yang terus BERLATIH orasi dan pidato meski di dalam penjara sekalipun, hingga akhirnya dia BERHASIL menjadi Presiden RI yang pertama!
Dalam dunia menulis, tak terlalu beda. Contohlah J.K. Rowling yang menghabiskan berlembar-lembar tisu kertas di sebuah kafe untuk menulis, hingga akhirnya dia berhasil menciptakan seri Harry Potter yang fenomenal itu. Jadi, dengan BERLATIH kemampuan kita akan terasah dan menjadi LEBIH BAIK, dan TERBAIK.
Trus, kalo BERLATIH menulis, harus ngapain aja?
Jawabannya, sudah ditulis sebelumnya. Tapi ya, oke mari dibahas lagi.
Jika kita memutuskan untuk BERLATIH menulis, maka hanya ada dua hal yang harus kita lakukan. FOKUS, dan KONTINYU! Fokus berarti, kita harus tetap BERLATIH menulis dalam hal yang sama. Jika kita ingin menulis fiksi, maka teruslah BERLATIH menulis cerita fiksi. Jika kita ingin menulis biografi, maka teruslah BERLATIH menulis biografi. Dan lain-lain. Hal ini tak lain agar kita mengetahui di mana kekurangan dan kelebihan kita dalam hal tersebut, kemudian direnungkan sambil diperbaiki pada tulisan selanjutnya.
KONTINYU atau BERKELANJUTAN, juga menjadi hal yang penting dalam BERLATIH menulis. Hal ini karena, jika kita BERLATIH menulis tapi tidak sambung dan rutin, maka skill menulis kita bukannya terasah, tapi mudah tumpul kembali. Dianalogikan seperti pensil, jika sering dipakai maka pensil akan diraut kembali dan akhirnya semakin pendek. Tapi, dia berhasil menghasilkan banyak coretan. Dibanding, pensil yang tak pernah dipakai, tetap dibiarkan tajam, tapi tidak ada coretan yang dihasilkan.
Bagaimana dengan Anda sendiri? Bisakah Anda menerapkan agar Anda tetap BERLATIH secara FOKUS dan BERKELANJUTAN?
Billy Koesoemadinata
Penulis - Jurnalis - Blogger (wannabe)
Wednesday, December 31, 2008
Thursday, December 11, 2008
CINTA: Motivasi Terbaik Ketika Menulis
Oleh: Billy Koesoemadinata
Pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Tak sayang, maka tak cinta. Tak cinta, maka??? Saya penasaran dengan Anda semua ketika membaca pepatah tersebut. Apa kira-kira jawaban Anda, untuk kalimat terakhir dari pepatah tersebut. Tapi, jika Anda menanya balik pada saya, maka saya akan mengatakan: Tak cinta, maka TAK BERHASIL!
Lho? Apa hubungannya cinta dengan keberhasilan?
JELAS-JELAS ADA!
Banyak hal yang bisa berhasil ketika CINTA menjadi salah satu landasan untuk berbuat. Sebut saja para pejuang yang rela mengorbankan nyawa mereka di perang perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, hanya KARENA CINTA tanah air. Kemudian, ada lagi para atlet negara yang berhasil mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional, karena mereka pun CINTA tanah air, sekaligus CINTA terhadap olahraga yang mereka tekuni tentunya. Dan, yang paling ekstrem adalah, CINTA Romeo-Juliet yang membuat mereka melakukan segala cara agar bisa bersama, hingga akhirnya mati bersama. – jangan fokus pada matinya, tapi pada melakukan segala cara.
Maksudnya?
Jadi, dari tulisan itu saya ingin memicu pikiran Anda – para pembaca tulisan saya, bahwa dengan CINTA semuanya menjadi mungkin. Bahwa dengan CINTA, semuanya MENJADI BISA. Bahwa dengan CINTA, semuanya MENJADI NYATA! Hal tersebut sudah tertera dengan jelas-jelas di contoh-contoh yang sudah saya berikan. Dan, masih banyak lagi contoh-contoh lain di kehidupan nyata yang sebenarnya bisa dengan mudah Anda dapatkan, asalkan Anda peka.
Menulis tak ada bedanya dengan hal-hal seperti berjuang, bertanding, ataupun menjadi Romeo-Juliet. Menulis pun perlu CINTA! Karena dengan CINTA, menulis menjadi lebih baik. Menulis menjadi lebih indah. – plesetan dari, “Dengan CINTA, dunia akan menjadi lebih indah.” :D
Memang, apa hubungannya CINTA dengan menulis?
Masih ingat tulisan saya yang terlebih dahulu? Tulisan tentang motivasi? Nah, jika kita sudah mengirimkan pesan bawah sadar terhadap diri kita, dan ternyata hasilnya masih ‘biasa-biasa aja’, maka mungkin kita PERLU CINTA terhadap diri kita. Maksudnya, kita harus menanamkan CINTA terhadap alam bawah sadar kita. Dalam artian, kita harus CINTA menulis!
Menulis dengan motivasi, tentunya tulisan akan selesai dengan baik, dan kita pun lebih semangat untuk menulis. Dan, dengan CINTA semuanya akan lebih dahsyat! Karena dengan CINTA, menulis bisa menjadi lebih baik, dan bahkan TERBAIK, selesai dengan SEMPURNA, dan SEMANGAT untuk menulis lebih berkobar-kobar! Bisa dibilang, CINTA adalah motivasi terbaik yang dibutuhkan untuk menulis!
Trus, gimana dong bisa dapetin cinta itu?
Ada hal-hal tertentu yang bisa membuat CINTA menjadi motivasi terbaik ketika kita menulis. Baca hal-hal berikut,
1. Do what you LOVE, and LOVE what you do.
2. You’ll be whether COMPLETELY LOVE it, or completely hate it.
3. Aku CINTA, maka aku ada.
Mari kita bahas satu per satu,
1. Do what you LOVE, and LOVE what you do.
Hal ini jelas-jelas merupakan kalimat motivasi yang baik. Karena, saat ini kecenderungan yang terjadi adalah, kita tidak melakukan hal-hal yang kita inginkan. Kita ‘hanya’ melakukan hal-hal yang ‘perlu’ kita lakukan, dan bukannya ‘ingin’ kita lakukan. Nah, jika kita terus-terusan hanya melakukan yang ‘perlu’ dilakukan, maka sudah pasti CINTA tidak akan datang. Tapi, jika kita melakukan yang ‘ingin’ kita lakukan, CINTA akan selangkah lebih dekat terhadap diri kita.
Selanjutnya, ketika kita sudah melakukan yang ‘ingin’ kita lakukan, maka kita harus CINTA terhadap apa yang sudah kita lakukan tersebut. Kita harus suka terhadap apa yang kita lakukan, karena jika kita tidak menyukai, berarti kita tidak sungguh-sungguh melakukan apa yang ‘ingin’ kita lakukan.
Sederhananya, “Lakukanlah hal yang Anda inginkan, dan kemudian CINTAILAH hal yang sudah Anda inginkan tersebut!”
Jadi, jika Anda menyukai menulis, maka lakukanlah menulis tersebut, dan CINTAILAH tulisan Anda!
2. You’ll be whether COMPLETELY LOVE it, or completely hate it.
Pernyataan ini keluar dari mulut seorang kenalan saya sewaktu saya masih berjibaku di dunia migas dulu. Keluar dari seorang Recruiter, yang tentunya harus bisa memotivasi orang-orang yang direkrutnya agar MAU dan BISA beradaptasi dan juga berkarir di dunia migas yang keras.
Pengertian dari hal tersebut jelas-jelas berarti untuk orang-orang yang masih awam dan baru akan masuk ke dunia migas. Karena pendapat umum, berada di dunia migas, maka pendapatan besar. Padahal, di balik itu ada dunia pekerjaan yang keras. Pilihan tersebut benar adanya, jika kita memang berkeinginan kuat, maka kita akan SANGAT MENCINTAI pekerjaan kita. Tapi, jika kita setengah-setengah, atau tidak berkeinginan kuat, maka kita akan sangat tidak mencintai.
Hal serupa juga sama bila diterapkan melalui tulisan. Dengan keinginan kuat, kita tentunya akan SANGAT MENCINTAI menulis!
3. Aku CINTA, maka aku ada.
Untuk kalimat yang terakhir ini, merupakan salah plesetan saya terhadap perkataan seorang filsuf terkenal (Aku berpikir, maka aku ada – Rene Descartes).
Aku CINTA, maka aku ada. Yah, benar sekali. Jika kita MENCINTAI sesuatu – dalam hal ini, menulis, maka kita akan ada. Kita akan hadir. Kita akan tercipta. Jika kita MENCINTAI menulis, maka kita akan menjadi seorang penulis yang menulis. Dan, dengan CINTA menulis bisa terlaksana, bahkan terus-menerus.
Nah, bagaimana dengan Anda?
Pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Tak sayang, maka tak cinta. Tak cinta, maka??? Saya penasaran dengan Anda semua ketika membaca pepatah tersebut. Apa kira-kira jawaban Anda, untuk kalimat terakhir dari pepatah tersebut. Tapi, jika Anda menanya balik pada saya, maka saya akan mengatakan: Tak cinta, maka TAK BERHASIL!
Lho? Apa hubungannya cinta dengan keberhasilan?
JELAS-JELAS ADA!
Banyak hal yang bisa berhasil ketika CINTA menjadi salah satu landasan untuk berbuat. Sebut saja para pejuang yang rela mengorbankan nyawa mereka di perang perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, hanya KARENA CINTA tanah air. Kemudian, ada lagi para atlet negara yang berhasil mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional, karena mereka pun CINTA tanah air, sekaligus CINTA terhadap olahraga yang mereka tekuni tentunya. Dan, yang paling ekstrem adalah, CINTA Romeo-Juliet yang membuat mereka melakukan segala cara agar bisa bersama, hingga akhirnya mati bersama. – jangan fokus pada matinya, tapi pada melakukan segala cara.
Maksudnya?
Jadi, dari tulisan itu saya ingin memicu pikiran Anda – para pembaca tulisan saya, bahwa dengan CINTA semuanya menjadi mungkin. Bahwa dengan CINTA, semuanya MENJADI BISA. Bahwa dengan CINTA, semuanya MENJADI NYATA! Hal tersebut sudah tertera dengan jelas-jelas di contoh-contoh yang sudah saya berikan. Dan, masih banyak lagi contoh-contoh lain di kehidupan nyata yang sebenarnya bisa dengan mudah Anda dapatkan, asalkan Anda peka.
Menulis tak ada bedanya dengan hal-hal seperti berjuang, bertanding, ataupun menjadi Romeo-Juliet. Menulis pun perlu CINTA! Karena dengan CINTA, menulis menjadi lebih baik. Menulis menjadi lebih indah. – plesetan dari, “Dengan CINTA, dunia akan menjadi lebih indah.” :D
Memang, apa hubungannya CINTA dengan menulis?
Masih ingat tulisan saya yang terlebih dahulu? Tulisan tentang motivasi? Nah, jika kita sudah mengirimkan pesan bawah sadar terhadap diri kita, dan ternyata hasilnya masih ‘biasa-biasa aja’, maka mungkin kita PERLU CINTA terhadap diri kita. Maksudnya, kita harus menanamkan CINTA terhadap alam bawah sadar kita. Dalam artian, kita harus CINTA menulis!
Menulis dengan motivasi, tentunya tulisan akan selesai dengan baik, dan kita pun lebih semangat untuk menulis. Dan, dengan CINTA semuanya akan lebih dahsyat! Karena dengan CINTA, menulis bisa menjadi lebih baik, dan bahkan TERBAIK, selesai dengan SEMPURNA, dan SEMANGAT untuk menulis lebih berkobar-kobar! Bisa dibilang, CINTA adalah motivasi terbaik yang dibutuhkan untuk menulis!
Trus, gimana dong bisa dapetin cinta itu?
Ada hal-hal tertentu yang bisa membuat CINTA menjadi motivasi terbaik ketika kita menulis. Baca hal-hal berikut,
1. Do what you LOVE, and LOVE what you do.
2. You’ll be whether COMPLETELY LOVE it, or completely hate it.
3. Aku CINTA, maka aku ada.
Mari kita bahas satu per satu,
1. Do what you LOVE, and LOVE what you do.
Hal ini jelas-jelas merupakan kalimat motivasi yang baik. Karena, saat ini kecenderungan yang terjadi adalah, kita tidak melakukan hal-hal yang kita inginkan. Kita ‘hanya’ melakukan hal-hal yang ‘perlu’ kita lakukan, dan bukannya ‘ingin’ kita lakukan. Nah, jika kita terus-terusan hanya melakukan yang ‘perlu’ dilakukan, maka sudah pasti CINTA tidak akan datang. Tapi, jika kita melakukan yang ‘ingin’ kita lakukan, CINTA akan selangkah lebih dekat terhadap diri kita.
Selanjutnya, ketika kita sudah melakukan yang ‘ingin’ kita lakukan, maka kita harus CINTA terhadap apa yang sudah kita lakukan tersebut. Kita harus suka terhadap apa yang kita lakukan, karena jika kita tidak menyukai, berarti kita tidak sungguh-sungguh melakukan apa yang ‘ingin’ kita lakukan.
Sederhananya, “Lakukanlah hal yang Anda inginkan, dan kemudian CINTAILAH hal yang sudah Anda inginkan tersebut!”
Jadi, jika Anda menyukai menulis, maka lakukanlah menulis tersebut, dan CINTAILAH tulisan Anda!
2. You’ll be whether COMPLETELY LOVE it, or completely hate it.
Pernyataan ini keluar dari mulut seorang kenalan saya sewaktu saya masih berjibaku di dunia migas dulu. Keluar dari seorang Recruiter, yang tentunya harus bisa memotivasi orang-orang yang direkrutnya agar MAU dan BISA beradaptasi dan juga berkarir di dunia migas yang keras.
Pengertian dari hal tersebut jelas-jelas berarti untuk orang-orang yang masih awam dan baru akan masuk ke dunia migas. Karena pendapat umum, berada di dunia migas, maka pendapatan besar. Padahal, di balik itu ada dunia pekerjaan yang keras. Pilihan tersebut benar adanya, jika kita memang berkeinginan kuat, maka kita akan SANGAT MENCINTAI pekerjaan kita. Tapi, jika kita setengah-setengah, atau tidak berkeinginan kuat, maka kita akan sangat tidak mencintai.
Hal serupa juga sama bila diterapkan melalui tulisan. Dengan keinginan kuat, kita tentunya akan SANGAT MENCINTAI menulis!
3. Aku CINTA, maka aku ada.
Untuk kalimat yang terakhir ini, merupakan salah plesetan saya terhadap perkataan seorang filsuf terkenal (Aku berpikir, maka aku ada – Rene Descartes).
Aku CINTA, maka aku ada. Yah, benar sekali. Jika kita MENCINTAI sesuatu – dalam hal ini, menulis, maka kita akan ada. Kita akan hadir. Kita akan tercipta. Jika kita MENCINTAI menulis, maka kita akan menjadi seorang penulis yang menulis. Dan, dengan CINTA menulis bisa terlaksana, bahkan terus-menerus.
Nah, bagaimana dengan Anda?
Wednesday, December 3, 2008
MOTIVASI! Hal Terpenting Ketika Menulis
Oleh: Billy Koesoemadinata
Yah, benar sekali. Motivasi adalah hal terpenting yang harus kita miliki ketika kita menulis. Karena, jika tidak memiliki motivasi, tak jarang tulisan kita berakhir dengan tidak akan pernah selesai. Bahkan parahnya, sudah berakhir meski belum dimulai.
Maksudnya gimana sih?
Oke, baca terus tulisan ini.
Tak jarang, ketika kita mulai menulis, ada dorongan menggebu-gebu dalam diri kita untuk menulis sesuatu tersebut. Dan kemudian, dorongan tersebut mulai menurun, dan akhirnya hilang sama sekali ketika kita menulis. Banyak hal yang bisa menjadi penyebab mengapa dorongan tersebut menghilang. Namun, hal tersebut akan dibahas di lain kesempatan.
Nah, dorongan tersebut punya nama lain. Yaitu, motivasi. Motivasi adalah dorongan yang membuat kita ingin menulis. Motivasi adalah dorongan yang membuat kita ingin menuntaskan tulisan – mengakhirinya dengan baik-baik, dan bukannya tidak selesai. Motivasi, adalah dorongan untuk menghasilkan karya tulis yang baik.
Trus? Oke, kita emang perlu motivasi. Emangnya, bisa didapetin gitu aja? Gue ‘kan orangnya moody.
Motivasi adalah hal yang bisa didapatkan kapan saja, di mana saja, dan – ini yang terpenting – bagaimana pun caranya! Kenapa saya bilang demikian, karena motivasi tidak akan hadir ketika dia diinginkan untuk hadir. Motivasi justru hadir, karena dia PERLU hadir! Motivasi hadir, karena dia HARUS hadir! Sebuah tulisan yang baik, tentunya PERLU dan HARUS memiliki motivasi. Itulah makanya, sifat seseorang yang moody sekalipun bisa mendapatkan motivasi untuk menulis.
Maksudnya?
Jadi seperti ini. Motivasi yang baik tidak hanya hadir, tapi juga harus kuat. Itulah makanya saya menyebutkan HARUS dan PERLU untuk sebuah motivasi. Karena dengan mengucapkan HARUS dan PERLU dengan kuat, berarti kita secara tidak langsung mengirimkan pesan tidak langsung ke alam bawah sadar kita untuk memiliki motivasi. Dan, biasanya alam bawah sadar kita akan merespon pesan tersebut, yang ujung-ujungnya membuat motivasi kita menjadi lebih kuat! Hal ini sudah saya terapkan ke diri saya pribadi – meski sempat juga down beberapa saat, sehingga motivasi tersebut hilang. :D
Jadi intinya, menulis tanpa motivasi, sama dengan menulis di awang-awang. Menulis tanpa motivasi, sama dengan menulis di dalam pikiran. Hanya bisa mikir tanpa mau melakukan. Menulis tanpa motivasi, sama dengan menulis terus-menerus tanpa ada tujuan dan menulis seenaknya saja.
Jadi? Menulislah dengan MOTIVASI!
Yah, benar sekali. Motivasi adalah hal terpenting yang harus kita miliki ketika kita menulis. Karena, jika tidak memiliki motivasi, tak jarang tulisan kita berakhir dengan tidak akan pernah selesai. Bahkan parahnya, sudah berakhir meski belum dimulai.
Maksudnya gimana sih?
Oke, baca terus tulisan ini.
Tak jarang, ketika kita mulai menulis, ada dorongan menggebu-gebu dalam diri kita untuk menulis sesuatu tersebut. Dan kemudian, dorongan tersebut mulai menurun, dan akhirnya hilang sama sekali ketika kita menulis. Banyak hal yang bisa menjadi penyebab mengapa dorongan tersebut menghilang. Namun, hal tersebut akan dibahas di lain kesempatan.
Nah, dorongan tersebut punya nama lain. Yaitu, motivasi. Motivasi adalah dorongan yang membuat kita ingin menulis. Motivasi adalah dorongan yang membuat kita ingin menuntaskan tulisan – mengakhirinya dengan baik-baik, dan bukannya tidak selesai. Motivasi, adalah dorongan untuk menghasilkan karya tulis yang baik.
Trus? Oke, kita emang perlu motivasi. Emangnya, bisa didapetin gitu aja? Gue ‘kan orangnya moody.
Motivasi adalah hal yang bisa didapatkan kapan saja, di mana saja, dan – ini yang terpenting – bagaimana pun caranya! Kenapa saya bilang demikian, karena motivasi tidak akan hadir ketika dia diinginkan untuk hadir. Motivasi justru hadir, karena dia PERLU hadir! Motivasi hadir, karena dia HARUS hadir! Sebuah tulisan yang baik, tentunya PERLU dan HARUS memiliki motivasi. Itulah makanya, sifat seseorang yang moody sekalipun bisa mendapatkan motivasi untuk menulis.
Maksudnya?
Jadi seperti ini. Motivasi yang baik tidak hanya hadir, tapi juga harus kuat. Itulah makanya saya menyebutkan HARUS dan PERLU untuk sebuah motivasi. Karena dengan mengucapkan HARUS dan PERLU dengan kuat, berarti kita secara tidak langsung mengirimkan pesan tidak langsung ke alam bawah sadar kita untuk memiliki motivasi. Dan, biasanya alam bawah sadar kita akan merespon pesan tersebut, yang ujung-ujungnya membuat motivasi kita menjadi lebih kuat! Hal ini sudah saya terapkan ke diri saya pribadi – meski sempat juga down beberapa saat, sehingga motivasi tersebut hilang. :D
Jadi intinya, menulis tanpa motivasi, sama dengan menulis di awang-awang. Menulis tanpa motivasi, sama dengan menulis di dalam pikiran. Hanya bisa mikir tanpa mau melakukan. Menulis tanpa motivasi, sama dengan menulis terus-menerus tanpa ada tujuan dan menulis seenaknya saja.
Jadi? Menulislah dengan MOTIVASI!
Labels:
Billy Koesoemadinata,
menulis,
motivasi
Monday, November 10, 2008
Tulis Saja!
Yap, posting berikut ini saya berikan judul ‘Tulis Saja!’. Kenapa? Karena kebanyakan dari kita yang berhasrat untuk menjadi penulis, tidak bisa melakukan hal tersebut. Ketika timbul niatan yang sangat kuat untuk menulis, kita seringkali mengabaikan keinginan tersebut, hingga akhirnya lupa akan ide yang menggebu-gebu saat kita ingin menulis.
Tulis Saja! Benar. Jika terasa ada keinginan yang menggebu-gebu dalam diri kita untuk menulis, entah itu karena penglihatan kita, pendengaran kita, maupun perasaan yang timbul di hati kita, maka langsung ditulis saja. Tak perlu memikirkan bagaimana struktur kata yang benar, atau ejaan dari kata-kata yang digunakan. Tulis saja. Karena, belum jaminan saat anda menuliskan sesuai dengan kaidah bahasa yang baik, ide anda akan tulisan pun tersalurkan.
Proses kreatif menulis, dengan menggerakkan agar langsung menulis memang gampang-gampang susah. Seringkali kita menunda, karena beberapa hal sepele. Seperti, tidak ada kertas, alat tulis, pulpen, dan lain-lain. Padahal, sebenarnya menulis tidak melulu harus melalui kertas, alat tulis, dan lain-lain. Ponsel sekalipun bisa digunakan untuk mencatat beberapa hal yang terlintas di benak dan ingin dijadikan sebagai bahan tulisan.
Tulis Saja! Memang diperuntukkan bagi para penulis yang seringkali mentok atau kehabisan ide untuk ditulis ketika ia memiliki kesempatan untuk menulis. Tak lain, karena ide yang asalnya muncul dalam bentuk pop-up, justru menjadi basi dan atau hilang sama sekali.
Yang terpenting dari sebuah proses kreatif menulis adalah, menulis tulisan itu sendiri. Jadi, unsure-unsur seperti kaidah, tata bahasa, dan lain-lain, itu hanyalah faktor ekternal yang menambah nilai lain agar tulisan lebih enak dibaca. Selain itu, motivasi saat menulis adalah yang paling penting. Dapat dibayangkan, jika anda menguasai kaidah dan ejaan bahasa yang benar, tapi tidak memiliki motivasi untuk menulis, maka itu semua percuma saja.
Jadi, sekali lagi saya katakan, jika memang memiliki ide yang muncul tiba-tiba, ataupun memang memiliki sebuah ide yang ingin dijadikan sebuah tulisan, maka cara terbaik agar ide tersebut dapat dibagi dengan orang lain, adalah dengan menuangkannya ke dalam tulisan. Tidak perlu bentuk tulisan di kertas menggunakan pulpen, ataupun tulisan yang berada di laptop atau komputer. Tak perlu panjang-panjang. Juga jangan terlalu pendek. Yang penting, adalah pas.
Jadi, jangan tunda lagi ketika anda memiliki keinginan untuk menulis. Karena, setelah proses menulis selesai, maka nantinya akan tersedia waktu untuk menyunting hasil karya penulisan yang sudah kita kerjakan. Dan juga, dengan cara seperti ini, hampir dapat dipastikan otak kita takkan kelebihan beban. Karena, dengan menulis beban-beban mumet yang seringkali menyebabkan kita lelah, sudah dapat disalurkan melalui tulisan.
Bagaimana dengan anda?
Tulis Saja! Benar. Jika terasa ada keinginan yang menggebu-gebu dalam diri kita untuk menulis, entah itu karena penglihatan kita, pendengaran kita, maupun perasaan yang timbul di hati kita, maka langsung ditulis saja. Tak perlu memikirkan bagaimana struktur kata yang benar, atau ejaan dari kata-kata yang digunakan. Tulis saja. Karena, belum jaminan saat anda menuliskan sesuai dengan kaidah bahasa yang baik, ide anda akan tulisan pun tersalurkan.
Proses kreatif menulis, dengan menggerakkan agar langsung menulis memang gampang-gampang susah. Seringkali kita menunda, karena beberapa hal sepele. Seperti, tidak ada kertas, alat tulis, pulpen, dan lain-lain. Padahal, sebenarnya menulis tidak melulu harus melalui kertas, alat tulis, dan lain-lain. Ponsel sekalipun bisa digunakan untuk mencatat beberapa hal yang terlintas di benak dan ingin dijadikan sebagai bahan tulisan.
Tulis Saja! Memang diperuntukkan bagi para penulis yang seringkali mentok atau kehabisan ide untuk ditulis ketika ia memiliki kesempatan untuk menulis. Tak lain, karena ide yang asalnya muncul dalam bentuk pop-up, justru menjadi basi dan atau hilang sama sekali.
Yang terpenting dari sebuah proses kreatif menulis adalah, menulis tulisan itu sendiri. Jadi, unsure-unsur seperti kaidah, tata bahasa, dan lain-lain, itu hanyalah faktor ekternal yang menambah nilai lain agar tulisan lebih enak dibaca. Selain itu, motivasi saat menulis adalah yang paling penting. Dapat dibayangkan, jika anda menguasai kaidah dan ejaan bahasa yang benar, tapi tidak memiliki motivasi untuk menulis, maka itu semua percuma saja.
Jadi, sekali lagi saya katakan, jika memang memiliki ide yang muncul tiba-tiba, ataupun memang memiliki sebuah ide yang ingin dijadikan sebuah tulisan, maka cara terbaik agar ide tersebut dapat dibagi dengan orang lain, adalah dengan menuangkannya ke dalam tulisan. Tidak perlu bentuk tulisan di kertas menggunakan pulpen, ataupun tulisan yang berada di laptop atau komputer. Tak perlu panjang-panjang. Juga jangan terlalu pendek. Yang penting, adalah pas.
Jadi, jangan tunda lagi ketika anda memiliki keinginan untuk menulis. Karena, setelah proses menulis selesai, maka nantinya akan tersedia waktu untuk menyunting hasil karya penulisan yang sudah kita kerjakan. Dan juga, dengan cara seperti ini, hampir dapat dipastikan otak kita takkan kelebihan beban. Karena, dengan menulis beban-beban mumet yang seringkali menyebabkan kita lelah, sudah dapat disalurkan melalui tulisan.
Bagaimana dengan anda?
Thursday, October 30, 2008
Mohon Maaf
Redaksi Belajar Menulis Kreatif (http://belajarmenuliskreatif.blogspot.com) memohon maaf, karena belakangan ini tidak dapat menerbitkan posting baru. Hal ini dikarenakan, redaksi sedang mempersiapkan beberapa hal baru untuk kemajuan dari blogs ini.
Beberapa di antaranya, adalah dengan menerbitkan sebuah blogs yang khusus dibuat sebagai wadah cerita fiksi. Wadah tersebut, dinamai Bersambung... (http://bersambung.wordpress.com).
Jika berkenan, mampirlah sejenak, dan nikmati.
Mudah-mudahan, redaksi dapat segera kembali dengan beberapa posting baru.
Salam!
Beberapa di antaranya, adalah dengan menerbitkan sebuah blogs yang khusus dibuat sebagai wadah cerita fiksi. Wadah tersebut, dinamai Bersambung... (http://bersambung.wordpress.com).
Jika berkenan, mampirlah sejenak, dan nikmati.
Mudah-mudahan, redaksi dapat segera kembali dengan beberapa posting baru.
Salam!
Tuesday, October 21, 2008
Menentukan Sudut Pandang
Seorang penulis yang baik, pastinya mengetahui bagaimana cara menentukan tulisannya agar dapat dibaca dengan baik oleh pembacanya. Dalam artian seperti ini, penulis dapat menempatkan dirinya melalui tulisannya, dalam menyapa pembaca tulisannya. Masih bingung? Berikut penjelasannya.
Penempatan diri seorang penulis melalui tulisannya, dapat menentukan reaksi ataupun respon pembaca nantinya. Sehingga, pembaca tulisan dapat dengan mudahnya mengerti tulisannya. Atau mungkin, serasa menjadi pelaku utama dalam tulisan tersebut, dan berteman dengan penulisnya. Sehingga, hubungan penulis dan pembaca tertata dengan baik.
Hal tersebut dikategorikan sebagai hal yang penting untuk penulis, karena tanpa pembaca, maka apa artinya tulisannya. Sehingga, jika hanya menulis saja tapi kemudian tidak dapat diapresiasi oleh pembaca, maka tulisannya kurang berarti. Karena sinergi pembaca dan penulis diperlukan agar tulisan penulis dapat terus membaik, dan pembaca sendiri akan loyal kepada penulis yang bersangkutan.
Jadi, menempatkan diri adalah cara terbaik dari seorang penulis dalam 'menyapa' pembacanya. Lantas, memangnya, ada berapa macam cara penempatan diri seorang penulis dalam karya tulisnya? Lazimnya, cara-cara penempatan diri seorang penulis atau yang biasa dikenal sebagai sudut pandang, adalah sebagai berikut,
1. Sudut pandang orang pertama.
2. Sudut pandang orang ketiga.
Dan, berikut penjelasannya.
1. Sudut pandang orang pertama.
Dengan menggunakan sudut pandang ini, penulis berlaku sebagai pelaku utama dalam cerita. Ciri-ciri yang biasa dipakai adalah, dengan menggunakan kata-kata, saya, aku, beta, hamba. Bahasa yang dipakai dalam tulisan, bisa merupakan perpaduan antara pendapat, maupun kata-kata hati.
Jika di kemudian hari menggunakan sudut pandang ini sebagai cara menulis, maka akan terdapat dua macam. Yaitu,
a. Sudut pandang orang pertama pelaku utama,
b. Sudut pandang orang pertama pelaku sampingan.
Penjelasan mengenai ini, akan diperjelas di postingan lainnya.
2. Sudut pandang orang ketiga.
Jika menggunakan sudut pandang ini, maka penulis berlaku sebagai orang di luar cerita ataupun tulisan. Penulis lebih sebagai pengamat, yang dapat keluar masuk setiap saat, menceritakan apa pun yang diperlukan. Bahasa yang dipakai pun, lebih sering menggunakan petunjuk bahwa sesuatu dikerjakan oleh orang lain.
Nah, demikian uraian singkatnya. Jadi, cara tulis ditentukan oleh sudut pandang yang akan dipakai dalam tulisan. Hal ini seringkali diabaikan karena terdapat lisensia puitika, akan tetapi akan lebih bagus lagi jika kemudian tulisan menggunakan sudut pandang tertentu, agar pembaca tidak bingung dan merasa dekat dengan penulisnya.
Bagaimana dengan Anda?
Penempatan diri seorang penulis melalui tulisannya, dapat menentukan reaksi ataupun respon pembaca nantinya. Sehingga, pembaca tulisan dapat dengan mudahnya mengerti tulisannya. Atau mungkin, serasa menjadi pelaku utama dalam tulisan tersebut, dan berteman dengan penulisnya. Sehingga, hubungan penulis dan pembaca tertata dengan baik.
Hal tersebut dikategorikan sebagai hal yang penting untuk penulis, karena tanpa pembaca, maka apa artinya tulisannya. Sehingga, jika hanya menulis saja tapi kemudian tidak dapat diapresiasi oleh pembaca, maka tulisannya kurang berarti. Karena sinergi pembaca dan penulis diperlukan agar tulisan penulis dapat terus membaik, dan pembaca sendiri akan loyal kepada penulis yang bersangkutan.
Jadi, menempatkan diri adalah cara terbaik dari seorang penulis dalam 'menyapa' pembacanya. Lantas, memangnya, ada berapa macam cara penempatan diri seorang penulis dalam karya tulisnya? Lazimnya, cara-cara penempatan diri seorang penulis atau yang biasa dikenal sebagai sudut pandang, adalah sebagai berikut,
1. Sudut pandang orang pertama.
2. Sudut pandang orang ketiga.
Dan, berikut penjelasannya.
1. Sudut pandang orang pertama.
Dengan menggunakan sudut pandang ini, penulis berlaku sebagai pelaku utama dalam cerita. Ciri-ciri yang biasa dipakai adalah, dengan menggunakan kata-kata, saya, aku, beta, hamba. Bahasa yang dipakai dalam tulisan, bisa merupakan perpaduan antara pendapat, maupun kata-kata hati.
Jika di kemudian hari menggunakan sudut pandang ini sebagai cara menulis, maka akan terdapat dua macam. Yaitu,
a. Sudut pandang orang pertama pelaku utama,
b. Sudut pandang orang pertama pelaku sampingan.
Penjelasan mengenai ini, akan diperjelas di postingan lainnya.
2. Sudut pandang orang ketiga.
Jika menggunakan sudut pandang ini, maka penulis berlaku sebagai orang di luar cerita ataupun tulisan. Penulis lebih sebagai pengamat, yang dapat keluar masuk setiap saat, menceritakan apa pun yang diperlukan. Bahasa yang dipakai pun, lebih sering menggunakan petunjuk bahwa sesuatu dikerjakan oleh orang lain.
Nah, demikian uraian singkatnya. Jadi, cara tulis ditentukan oleh sudut pandang yang akan dipakai dalam tulisan. Hal ini seringkali diabaikan karena terdapat lisensia puitika, akan tetapi akan lebih bagus lagi jika kemudian tulisan menggunakan sudut pandang tertentu, agar pembaca tidak bingung dan merasa dekat dengan penulisnya.
Bagaimana dengan Anda?
Wednesday, October 15, 2008
Kampanye Blog Action Day 2008 : Poverty atau Kemiskinan
Salah satu topik yang sedang menjadi isu utama di dunia - dan memang sudah dari dulu sebenarnya, adalah tentang kemiskinan, atau poverty. Kenapa? Karena kemiskinan susah sekali untuk dientaskan.
Yah, ini hanya sekedar intermezzo saja untuk teman-teman semua. Atau, lebih tepatnya sebuah ajakan. Jika memang kita mampu, dan kita mau, akan baik sekali jika kita semua melebihkan sebagian porsi pemikiran kita kepada pengentasan kemiskinan. Tak perlu yang muluk-muluk untuk ikut serta kepada program pemerintah, ataupun LSM yang besar. Yang penting, semua itu bisa mengurangi angka kemiskinan di negara kita, Indonesia pada khususnya, dan juga dunia pada umumnya.
Mari Entaskan Kemiskinan!
Yah, ini hanya sekedar intermezzo saja untuk teman-teman semua. Atau, lebih tepatnya sebuah ajakan. Jika memang kita mampu, dan kita mau, akan baik sekali jika kita semua melebihkan sebagian porsi pemikiran kita kepada pengentasan kemiskinan. Tak perlu yang muluk-muluk untuk ikut serta kepada program pemerintah, ataupun LSM yang besar. Yang penting, semua itu bisa mengurangi angka kemiskinan di negara kita, Indonesia pada khususnya, dan juga dunia pada umumnya.
Mari Entaskan Kemiskinan!
Monday, October 13, 2008
Membuat Outline
Outline, atau biasa disebut kerangka karangan, adalah inti dari sebuah tulisan. Pendek ataupun panjang, fiksi ataupun non-fiksi, cerita lepas ataupun buku, selalu mengutamakan outline dalam prosesnya. Mengapa? Karena dengan outline, kita dapat mengetahui apa yang kita tulis, dan membuat tulisan kita itu lengkap.
Mind mapping – yang telah dibahas pada posting sebelumnya, sangat mempengaruhi outline yang akan dibuat. Dengan mind mapping, kita dapat mengetahui apa saja yang berhubungan dengan tulisan kita. Dan, mind mapping masih dapat – dan terus dikembangkan. Karena dengan pengembangan, kita dapat menentukan outline yang ideal untuk tulisan kita.
Cara terbaik untuk membuat outline, adalah dengan sistematika berikut ini,
Judul Tulisan
I. Bab I
a. Keterangan Bab I
b. Keterangan Bab I
II. Bab II
a. Keterangan Bab II
b. Keterangan Bab II
III. Bab III
a. Keterangan Bab III
b. Keterangan Bab III
IV. Bab IV
a. Keterangan Bab IV
b. Keterangan Bab IV
V. Bab V, dst
Bagi orang-orang yang pernah menyusun karangan ilmiah seperti skripsi, tugas akhir, laporan penelitian, dan sebagainya, pastinya sudah mengetahui sistematika seperti itu. Akan tetapi, bagi yang belum pernah menyusun, sistematika tersebut bisa dijadikan acuan.
Untuk jenis tulisan apa sistematika tersebut digunakan? Jawabannya adalah, untuk tulisan jenis apa saja. Dalam artian, fiksi, maupun non-fiksi bisa menggunakan sistematika outline tersebut. Harap diingat, jenis tulisan yang berbeda, bukan berarti penyusunan outline juga berbeda. Susunan akan sama, mind mapping untuk menyusun outline pun sama, yang berbeda hanyalah isi dari outline, dan isi dari tulisan tersebut.
Oiya, satu lagi yang harus diperhatikan ketika menyusun outline. Biasanya, keterangan yang diisikan pada “Keterangan Bab...”, akan berbeda untuk fiksi dan non-fiksi. Hal itu bisa terjadi, dikarenakan isi dari tulisan tersebut pun berbeda.
Contoh dari outline fiksi,
Tulisan fiksi, berjudul: Raja Indonesia
Raja Indonesia
I. Mitos
a. Cerita-cerita Kerajaan Lama
b. Cerita-cerita Kerajaan Baru
c. Kenyataan sebuah ramalan
d. Putera Mahkota dan Saudara-saudaranya
II. Darah Ningrat
a. Raja yang semakin tua
b. Saudara Raja yang tamak
c. Pernikahan antar-saudara
III. Visi
a. Kerajaan Indonesia harus bangkit
b. Persatuan Kerajaan harus ditingkatkan
c. Penguatan kekuatan maritim
IV. Bangsawan Baru
a. Munculnya Bangsawan baru
b. Wilayah lama diklaim asing
V. Politik
a. Rencana kudeta saudara Raja
b. Rencana penyelamatan Putera Mahkota oleh kelompok rahasia pelindung Raja
Dan seterusnya...
Berikut, contoh outline dari tulisan non-fiksi,
Tulisan non-fiksi, judul Yoghurt, Bakteri yang Bermanfaat
Yoghurt, Bakteri yang Bermanfaat
I. Latar Belakang
a. Pengertian Yoghurt
b. Asal-muasal Yoghurt
c. Penemu Yoghurt
II. Konsumsi Pasar
a. Kegunaan Yoghurt
b. Konsumen Yoghurt
III. Materi Penyusun Yoghurt
a. Susu
b. Bibit Yoghurt
IV. Cara Pembuatan Yoghurt
a. Alat pembuat Yoghurt
b. Proses pembuatan Yoghurt
c. Pabrikasi Yoghurt
V. Yoghurt Baik dan Tidak Baik
a. Contoh Yoghurt Baik
b. Contoh Yoghurt Tidak Baik
VI. Dst...
Nah, bagaimana dengan outline Anda?
Mind mapping – yang telah dibahas pada posting sebelumnya, sangat mempengaruhi outline yang akan dibuat. Dengan mind mapping, kita dapat mengetahui apa saja yang berhubungan dengan tulisan kita. Dan, mind mapping masih dapat – dan terus dikembangkan. Karena dengan pengembangan, kita dapat menentukan outline yang ideal untuk tulisan kita.
Cara terbaik untuk membuat outline, adalah dengan sistematika berikut ini,
Judul Tulisan
I. Bab I
a. Keterangan Bab I
b. Keterangan Bab I
II. Bab II
a. Keterangan Bab II
b. Keterangan Bab II
III. Bab III
a. Keterangan Bab III
b. Keterangan Bab III
IV. Bab IV
a. Keterangan Bab IV
b. Keterangan Bab IV
V. Bab V, dst
Bagi orang-orang yang pernah menyusun karangan ilmiah seperti skripsi, tugas akhir, laporan penelitian, dan sebagainya, pastinya sudah mengetahui sistematika seperti itu. Akan tetapi, bagi yang belum pernah menyusun, sistematika tersebut bisa dijadikan acuan.
Untuk jenis tulisan apa sistematika tersebut digunakan? Jawabannya adalah, untuk tulisan jenis apa saja. Dalam artian, fiksi, maupun non-fiksi bisa menggunakan sistematika outline tersebut. Harap diingat, jenis tulisan yang berbeda, bukan berarti penyusunan outline juga berbeda. Susunan akan sama, mind mapping untuk menyusun outline pun sama, yang berbeda hanyalah isi dari outline, dan isi dari tulisan tersebut.
Oiya, satu lagi yang harus diperhatikan ketika menyusun outline. Biasanya, keterangan yang diisikan pada “Keterangan Bab...”, akan berbeda untuk fiksi dan non-fiksi. Hal itu bisa terjadi, dikarenakan isi dari tulisan tersebut pun berbeda.
Contoh dari outline fiksi,
Tulisan fiksi, berjudul: Raja Indonesia
Raja Indonesia
I. Mitos
a. Cerita-cerita Kerajaan Lama
b. Cerita-cerita Kerajaan Baru
c. Kenyataan sebuah ramalan
d. Putera Mahkota dan Saudara-saudaranya
II. Darah Ningrat
a. Raja yang semakin tua
b. Saudara Raja yang tamak
c. Pernikahan antar-saudara
III. Visi
a. Kerajaan Indonesia harus bangkit
b. Persatuan Kerajaan harus ditingkatkan
c. Penguatan kekuatan maritim
IV. Bangsawan Baru
a. Munculnya Bangsawan baru
b. Wilayah lama diklaim asing
V. Politik
a. Rencana kudeta saudara Raja
b. Rencana penyelamatan Putera Mahkota oleh kelompok rahasia pelindung Raja
Dan seterusnya...
Berikut, contoh outline dari tulisan non-fiksi,
Tulisan non-fiksi, judul Yoghurt, Bakteri yang Bermanfaat
Yoghurt, Bakteri yang Bermanfaat
I. Latar Belakang
a. Pengertian Yoghurt
b. Asal-muasal Yoghurt
c. Penemu Yoghurt
II. Konsumsi Pasar
a. Kegunaan Yoghurt
b. Konsumen Yoghurt
III. Materi Penyusun Yoghurt
a. Susu
b. Bibit Yoghurt
IV. Cara Pembuatan Yoghurt
a. Alat pembuat Yoghurt
b. Proses pembuatan Yoghurt
c. Pabrikasi Yoghurt
V. Yoghurt Baik dan Tidak Baik
a. Contoh Yoghurt Baik
b. Contoh Yoghurt Tidak Baik
VI. Dst...
Nah, bagaimana dengan outline Anda?
Tuesday, October 7, 2008
Mind Mapping
Salah satu hal yang paling sering dikeluhkan ketika menulis adalah, mandeg. Yap, benar sekali. Mandeg mungkin merupakan hanya salah satu hal saja yang menjadi keluhan, akan tetapi mandeg bisa jadi trouble utama yang sering menyebabkan tulisan tidak selesai. Atau bahkan mungkin, tulisan selesai akan tetapi tidak sesuai dengan yang diinginkan pada awalnya.
Mandeg, bisa diatasi dengan sebuah cara bernama Mind Mapping. Atau, bahasa awamnya adalah pemetaan pikiran. Jadi, kita memetakan pikiran kita untuk disesuaikan dengan tulisan kita. Dalam artian, pokok-pokok pikiran yang ingin dituangkan ke dalam tulisan, dibuat sistematis dalam bentuk peta yang langsung dituliskan dari pikiran.
Mind Mapping bisa diawali dengan satu pokok pikiran yang ingin kita buat sebagai tulisan. Jadi, ide utama dari tulisan yang ingin kita buat. Kemudian, kita buat beberapa anak garis yang tersambung dengan ide-ide lain yang berkaitan dengan ide utama tersebut. Kemudian, makin dikembangkan dengan membuat anak-anak garis berikut dan juga ide-ide tambahan lain agar ide utama tersebut semakin berkembang. Yang pada akhirnya menyebabkan, ide utama tersebut bisa dijadikan tulisan.
Contoh mind mapping dapat dilihat di gambar yang juga dimuat di posting ini. Bagaimana sebuah ide utama - dalam hal ini polusi, kemudian dikembangkan menjadi beberapa ide tambahan seperti polusi air, udara, tanah, dan risiko dari polusi itu sendiri. Kemudian, semakin dikembangkan menjadi apa yang terjadi, dan hal-hal yang berkaitan dengan polusi itu sendiri.
Nah, begitulah contoh mind mapping untuk menulis secara kreatif. Bagaimana dengan Anda?
Mandeg, bisa diatasi dengan sebuah cara bernama Mind Mapping. Atau, bahasa awamnya adalah pemetaan pikiran. Jadi, kita memetakan pikiran kita untuk disesuaikan dengan tulisan kita. Dalam artian, pokok-pokok pikiran yang ingin dituangkan ke dalam tulisan, dibuat sistematis dalam bentuk peta yang langsung dituliskan dari pikiran.
Mind Mapping bisa diawali dengan satu pokok pikiran yang ingin kita buat sebagai tulisan. Jadi, ide utama dari tulisan yang ingin kita buat. Kemudian, kita buat beberapa anak garis yang tersambung dengan ide-ide lain yang berkaitan dengan ide utama tersebut. Kemudian, makin dikembangkan dengan membuat anak-anak garis berikut dan juga ide-ide tambahan lain agar ide utama tersebut semakin berkembang. Yang pada akhirnya menyebabkan, ide utama tersebut bisa dijadikan tulisan.
Contoh mind mapping dapat dilihat di gambar yang juga dimuat di posting ini. Bagaimana sebuah ide utama - dalam hal ini polusi, kemudian dikembangkan menjadi beberapa ide tambahan seperti polusi air, udara, tanah, dan risiko dari polusi itu sendiri. Kemudian, semakin dikembangkan menjadi apa yang terjadi, dan hal-hal yang berkaitan dengan polusi itu sendiri.
Nah, begitulah contoh mind mapping untuk menulis secara kreatif. Bagaimana dengan Anda?
Labels:
mind map,
mind mapping,
pemetaan pikiran,
peta,
peta pikiran,
pikiran
Saturday, September 27, 2008
Libur Lebaran
Pembaca, untuk memperingati hari raya Lebaran - Idul Fitri 1 Syawal 1429 H, segenap penulis dan pengurus Belajar Menulis Kreatif - belajarmenuliskreatif.blogspot.com, mengucapkan
Minal Aidin wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir dan Batin
Selamat Idul Fitri
1 Syawal 1429 H.
Dan sekalian, penulis menyatakan akan libur dulu selama masa lebaran ini. hehe.. nantikan saja postingan berikutnya!
Trims!
Minal Aidin wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir dan Batin
Selamat Idul Fitri
1 Syawal 1429 H.
Dan sekalian, penulis menyatakan akan libur dulu selama masa lebaran ini. hehe.. nantikan saja postingan berikutnya!
Trims!
Friday, September 26, 2008
Fiksi atau Non-Fiksi?
Pertanyaan yang seringkali muncul ketika akhirnya kita memutuskan untuk menulis, adalah jenis dari tulisan kita nantinya. Apakah fiksi, atau non-fiksi? Tak jarang, penentuan jenis tulisan itu membuat keinginan dan niatan yang sudah kuat untuk menulis, dapat hilang seketika, karena merasa tak mampu untuk menulis sesuai dengan jenis yang dipilih, atau karena tidak tahu karakter dari jenis tulisan yang diinginkan. Padahal, sebenarnya menentukan jenis tulisan tidak terlalu sulit.
Secara garis besar, tulisan fiksi dan non-fiksi dibedakan oleh lingkup/scope yang akan dibahas dalam tulisan. Mengapa saya katakan demikian? Karena, untuk fiksi, lingkupnya adalah penulis menciptakan dunia. Sementara non-fiksi, lingkupnya adalah penulis menjelaskan dunia – dan kalau bisa, sekaligus memperindah dunia. Bingung? Oke, akan saya perjelas.
Yang termasuk ke dalam kategori naskah fiksi, adalah cerita pendek atau cerpen, cerita bersambung atau cerbung, novel, dan roman. Masih ada sih, beberapa contoh lainnya, tapi keempat contoh itu yang paling sering kita jumpai, bukan? Alasan kenapa keempat jenis tulisan itu masuk kategori fiksi, karena mereka memiliki unsur-unsur utama cerita fiksi. Lantas, apa sajakah unsur-unsur utama dari sebuah cerita fiksi? Secara umum adalah, pelaku, alur atau plot, tema utama, setting atau latar, dan amanat. Penjelasan lebih lengkap, akan dijelaskan pada kesempatan lainnya.
Lalu, apa saja yang termasuk ke dalam non-fiksi? Antara lain, biografi, oto-biografi, narasi deskriptif, narasi persuasif, artikel jurnalistik, dan sejenisnya. Tulisan-tulisan sejenis how to dan do it yourself juga termasuk ke dalam kategori non-fiksi. Dan, apa alasan memasukkan contoh tersebut ke dalam non-fiksi. Tak lain tak bukan, karena mereka tidak memiliki unsur utama dari cerita fiksi secara lengkap atau semuanya. Kalaupun memiliki salah satu unsurnya, seperti alur ataupun pelaku, tapi tidak semua. Begitulah.
Nah, sudah bisa menentukan mau menulis jenis tulisan apa?
Secara garis besar, tulisan fiksi dan non-fiksi dibedakan oleh lingkup/scope yang akan dibahas dalam tulisan. Mengapa saya katakan demikian? Karena, untuk fiksi, lingkupnya adalah penulis menciptakan dunia. Sementara non-fiksi, lingkupnya adalah penulis menjelaskan dunia – dan kalau bisa, sekaligus memperindah dunia. Bingung? Oke, akan saya perjelas.
Yang termasuk ke dalam kategori naskah fiksi, adalah cerita pendek atau cerpen, cerita bersambung atau cerbung, novel, dan roman. Masih ada sih, beberapa contoh lainnya, tapi keempat contoh itu yang paling sering kita jumpai, bukan? Alasan kenapa keempat jenis tulisan itu masuk kategori fiksi, karena mereka memiliki unsur-unsur utama cerita fiksi. Lantas, apa sajakah unsur-unsur utama dari sebuah cerita fiksi? Secara umum adalah, pelaku, alur atau plot, tema utama, setting atau latar, dan amanat. Penjelasan lebih lengkap, akan dijelaskan pada kesempatan lainnya.
Lalu, apa saja yang termasuk ke dalam non-fiksi? Antara lain, biografi, oto-biografi, narasi deskriptif, narasi persuasif, artikel jurnalistik, dan sejenisnya. Tulisan-tulisan sejenis how to dan do it yourself juga termasuk ke dalam kategori non-fiksi. Dan, apa alasan memasukkan contoh tersebut ke dalam non-fiksi. Tak lain tak bukan, karena mereka tidak memiliki unsur utama dari cerita fiksi secara lengkap atau semuanya. Kalaupun memiliki salah satu unsurnya, seperti alur ataupun pelaku, tapi tidak semua. Begitulah.
Nah, sudah bisa menentukan mau menulis jenis tulisan apa?
Labels:
cerita,
fiksi,
jenis tulisan,
non,
non-fiksi,
unsur utama
Tuesday, September 23, 2008
Mulailah Menulis Dari Sekarang
Banyak sekali orang-orang yang bercita-cita ingin menjadi penulis. Entah itu karena memang ingin menjadi seperti idola mereka, atau murni dorongan jiwa. Namun, tak jarang mereka yang bercita-cita ingin menjadi penulis, tidak tahu bagaimana cara memulai untuk menulis. Atau bahkan, sama sekali tidak mengerti bagaimana menjadi penulis.
Hal-hal demikian yang seringkali menjadi halangan untuk kemudian menulis. Padahal, sebenarnya menulis itu tidak terlalu susah - jika tidak dikatakan mudah. Mengapa bisa dikatakan demikian? Karena sesungguhnya, setiap perilaku yang dilakukan dalam kehidupan bisa dituangkan dalam tulisan. Kurang jelas? Oke, mari saya berikan contoh,
Setiap hari, kita bangun tidur, kemudian ke kamar mandi, melakukan aktivitas membersihkan diri, kemudian sarapan, dan melanjutkan aktivitas kita - bekerja, sekolah, kuliah, main, dan lain-lain. Kemudian, setelah itu, kita pulang ke rumah, makan malam, tidur.
Nah, bukankah perilaku aktivitas kita itu sudah menjadi sebuah tulisan? Sebuah cerita pendek tentang satu hari dalam kehidupan kita. Bercerita mulai dari kita bangun tidur, hingga menjelang tidur. Jika kemudian hal yang kita tulis terasa datar seperti contoh yang sudah saya tuliskan, maka baiknya diberikan beberapa keterangan, seperti keterangan waktu, tempat, dan pelengkap lainnya. Menjadi seperti ini,
Aku bangun pagi sekitar jam enam. Kemudian, aku langsung ke kamar mandi untuk mandi dan gosok gigi menggunakan odol dan juga sabun mandi. Tak lama, aku makan sarapan pagi, dan pergi ke kantor untuk bekerja. Sekitar jam lima sore, aku pulang ke rumah. Setelah istirahat sebentar dan membersihkan diri, aku makan malam. Sekitar jam sembilan malam, aku pergi tidur.
Nah, mudah bukan?
Mencontoh Idola
Beberapa penulis memulai untuk menulis karena memiliki idola. Contohlah, Habiburrahman El Shirazy, Andrea Hirata, Pipiet Senja, Gola Gong, dan lain-lain sebagainya. Penulis-penulis itu bisa menghadirkan inspirasi bagi mereka yang membaca karya mereka, sekaligus memunculkan kekaguman tersendiri atas keindahan karya mereka.
Dari idola tersebut, penulis memiliki motivasi tersendiri untuk mencontoh apa yang idola mereka lakukan. Entah itu gaya bahasa yang digunakan, unsur cerita, sudut pandang yang digunakan, dan lain-lain. Bahkan, tak jarang, ada penulis yang benar-benar meniru idola mereka. Hal demikian, wajar-wajar saja. Asal jangan sampai keterusan saja. Karena, itu sama saja dengan membajak hak cipta dari penulis asli. Apalagi, kalau sampai karyanya diterbitkan. Nantinya, bisa jadi copycat. Dan, hal ini tidak dapat ditoleransi. Jadi, ada baiknya jika sudah mendapatkan gaya tersendiri, jangan sampai meniru idola.
Menulis Karena Dorongan Jiwa
Jika kemudian keinginan untuk menjadi penulis didasarkan karena dorongan jiwa, maka yang menjadi tujuan hidup dari penulis tersebut adalah sebuah kepuasan batin. Sebuah kepuasan tersendiri yang hanya hadir jika tulisan telah selesai atau diterbitkan. Biasanya, penulis yang menulis karena dorongan jiwa, memiliki ciri tersendiri. Yang tentunya, tidak akan sama dengan penulis lainnya.
Beberapa hal yang kemudian mendorong jiwa untuk menulis, biasanya dikarenakan ketidakpuasan akan tulisan-tulisan yang pernah dia baca. Atau, lebih karena ingin menemukan pelampiasan atas pertanyaan yang sering menggantung dalam hati. Memang, pertama-tama lebih sering merupakan curahan hati dari sang penulis. Namun, jangan salah! Dari curahan hati tersebut, bisa jadi berkembang tulisan yang lebih baik, dan terus membaik. Hal ini saya alami, karena notabene, saya dulu juga mengawali menulis dengan terus-menerus curhat terhadap buku harian.
Yang pasti, ada satu kalimat ampuh yang sesuai jika berminat untuk menulis, yaitu Mulailah dari sekarang!
Bagaimana dengan Anda?
Hal-hal demikian yang seringkali menjadi halangan untuk kemudian menulis. Padahal, sebenarnya menulis itu tidak terlalu susah - jika tidak dikatakan mudah. Mengapa bisa dikatakan demikian? Karena sesungguhnya, setiap perilaku yang dilakukan dalam kehidupan bisa dituangkan dalam tulisan. Kurang jelas? Oke, mari saya berikan contoh,
Setiap hari, kita bangun tidur, kemudian ke kamar mandi, melakukan aktivitas membersihkan diri, kemudian sarapan, dan melanjutkan aktivitas kita - bekerja, sekolah, kuliah, main, dan lain-lain. Kemudian, setelah itu, kita pulang ke rumah, makan malam, tidur.
Nah, bukankah perilaku aktivitas kita itu sudah menjadi sebuah tulisan? Sebuah cerita pendek tentang satu hari dalam kehidupan kita. Bercerita mulai dari kita bangun tidur, hingga menjelang tidur. Jika kemudian hal yang kita tulis terasa datar seperti contoh yang sudah saya tuliskan, maka baiknya diberikan beberapa keterangan, seperti keterangan waktu, tempat, dan pelengkap lainnya. Menjadi seperti ini,
Aku bangun pagi sekitar jam enam. Kemudian, aku langsung ke kamar mandi untuk mandi dan gosok gigi menggunakan odol dan juga sabun mandi. Tak lama, aku makan sarapan pagi, dan pergi ke kantor untuk bekerja. Sekitar jam lima sore, aku pulang ke rumah. Setelah istirahat sebentar dan membersihkan diri, aku makan malam. Sekitar jam sembilan malam, aku pergi tidur.
Nah, mudah bukan?
Mencontoh Idola
Beberapa penulis memulai untuk menulis karena memiliki idola. Contohlah, Habiburrahman El Shirazy, Andrea Hirata, Pipiet Senja, Gola Gong, dan lain-lain sebagainya. Penulis-penulis itu bisa menghadirkan inspirasi bagi mereka yang membaca karya mereka, sekaligus memunculkan kekaguman tersendiri atas keindahan karya mereka.
Dari idola tersebut, penulis memiliki motivasi tersendiri untuk mencontoh apa yang idola mereka lakukan. Entah itu gaya bahasa yang digunakan, unsur cerita, sudut pandang yang digunakan, dan lain-lain. Bahkan, tak jarang, ada penulis yang benar-benar meniru idola mereka. Hal demikian, wajar-wajar saja. Asal jangan sampai keterusan saja. Karena, itu sama saja dengan membajak hak cipta dari penulis asli. Apalagi, kalau sampai karyanya diterbitkan. Nantinya, bisa jadi copycat. Dan, hal ini tidak dapat ditoleransi. Jadi, ada baiknya jika sudah mendapatkan gaya tersendiri, jangan sampai meniru idola.
Menulis Karena Dorongan Jiwa
Jika kemudian keinginan untuk menjadi penulis didasarkan karena dorongan jiwa, maka yang menjadi tujuan hidup dari penulis tersebut adalah sebuah kepuasan batin. Sebuah kepuasan tersendiri yang hanya hadir jika tulisan telah selesai atau diterbitkan. Biasanya, penulis yang menulis karena dorongan jiwa, memiliki ciri tersendiri. Yang tentunya, tidak akan sama dengan penulis lainnya.
Beberapa hal yang kemudian mendorong jiwa untuk menulis, biasanya dikarenakan ketidakpuasan akan tulisan-tulisan yang pernah dia baca. Atau, lebih karena ingin menemukan pelampiasan atas pertanyaan yang sering menggantung dalam hati. Memang, pertama-tama lebih sering merupakan curahan hati dari sang penulis. Namun, jangan salah! Dari curahan hati tersebut, bisa jadi berkembang tulisan yang lebih baik, dan terus membaik. Hal ini saya alami, karena notabene, saya dulu juga mengawali menulis dengan terus-menerus curhat terhadap buku harian.
Yang pasti, ada satu kalimat ampuh yang sesuai jika berminat untuk menulis, yaitu Mulailah dari sekarang!
Bagaimana dengan Anda?
Subscribe to:
Posts (Atom)